Jumat, 25 Juni 2010

Email buat Seorang Kawan yang Mencemooh

Email buat Seorang Kawan yang Mencemooh
MAN 2 Samarinda
Oleh: Sukarni

MAN 2 baru tak akan pernah lahir dalam suatu kuartal atau pun satu semester. Jika Saudara berpikir bahwa sebuah perubahan yang besar akan terjadi dalam waktu 1000 hari, inilah yang harus saya bisikkan kepada Saudara: “Angka “1000” di sini mirip dengan “1001 malam” atau “langit ke tujuh” : bilangan yang lebih bersifat retoris ketimbang matematis. Kita tak dapat menggunakannya sebagai mistar pengukur. Kita hanya dapat memperlakukannya sebagai pembangkit imajinasi.

Tapi Saudara jangan menganggap bahwa sesuatu yang retoris adalah sesuatu yang tak bersungguh-sungguh. Imajinasi bukanlah bagian dari khayal kecil. Maka ketika Kepala Madrasah (“Suratman”) berkata akan menunjukkan sebuah prestasi dalam waktu “1000 hari”, Saudara dan saya tak perlu berpikir tentang sesuatu yang akan tiba cepat, tetapi kita siap untuk menyaksikan sesuatu yang berarti.

Sesuatu yang berarti itu adalah harapan. Harapan di MAN 2 dewasa ini artinya bersahaja tapi tak dapat didefinisikan. Ia hanya dapat dimaknai sebagai lawan kata dari sinisme. Mempunyai harapan adalah tidak bersikap serta-merta mencemooh dan berburuk sangka kepada apa saja dalam kehidupan bersama. Harapan juga lawan kata dari apati, sikap yang tak peduli lagi terhadap apa pun yang dilakukan bagi kepentingan madrasah. Kepemimpinan ini sebenarnya lahir dari harapan sebagai lawan kata dari sinisme dan apati. Saudara tahu, kan, Kepala Madrasah yang sekarang duduk di ruang sana karena dipilih dengan penuh perhitungan yang begitu cermat dan teliti, baik dari arus bawah atau pun atas. Harus saya katakan bahwa optimisme kami berada dalam dosis yang tak berlebihan tapi memadai: Atasan memilih “Beliau” karena percaya bahwa perubahan – memang BUKAN mukjizat, Kawan – tapi, pasti akan terjadi.

Tapi Saudara menangkis: Perubahan apa sebenarnya yang akan dibuat? Mau dibawa ke mana MAN 2? Sebaiknya Saudara masuk ke dalamnya agar Saudara juga dapat membawa ke mana arahnya. Kalau Saudara di luar arena, mungkin Saudara hanya tak lebih seorang komentator dalam pertandingan sepakbola. Bila terjadi kekurangan atau ketidakcocokan menurut hati Saudara, luar biasa kritiknya. Namun, bila prestasi sebaliknya, tak dianggap apa-apa. Itu “lumrah”, wajar. ”Menurut saya, semua itu mengalir begitu saja”, begitu Saudara berkata. Bila tiada siapa-siapa, tak mungkin akan mengalir dengan sendirinya.

Harapan yang kini terbentuk, di madrasah ini bergerak bagaikan sebuah sekoci di tengah lautan dengan ombak yang tak pernah bisa diam. Bila pimpinan madrasah ini gawal sedikit saja, harapan itu akan hilang, dan MAN 2 akan selama-lamanya mencemooh dirinya sendiri.

Sebaiknya kita tahu, kekurangan orang lain bisa jadi adalah kelebihan Saudara. Atau sebaliknya, kelemahan Saudara, justru orang lain yang punya. Kalau kurang dan lebih tadi kita satukan, niscaya kesempurnaan lebih mudah untuk diraih. Maka, marilah kita berjalan bergandeng, bersama untuk mewujudkan impian yang mungkin tiap kepala kita berbeda. Namun, bila hati kita sudah menyatu, perbedaan tadi dapat kita pertumpul untuk lebih mempetajam visi dan misi yang sudah kita sepakati.

Samarinda, 25 Juni 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar